ArtikelOpiniSiantar SimalungunSosial Masyarakat

UMK Kota Siantar dan Potret Vulgar Pelanggaran Hukum

Penulis: Agus Butarbutar, Sekretaris DPC K.SPSI Kota Siantar

Beberapa waktu yang lalu saya membaca berita Media Online/ofline bahwa di kota Siantar sekitar 80 persen pengusaha tidak membayar upah pekerja sesuai dengan upah yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengupahan dan Pemko Siantar.

Menurut data Dinsosnaker kota Siantar jumlah perusahaan pada Tahun 2015 sebanyak 316 perusahaan, walaupun data ini sangat diragukan kevalidannya.

Dari gambaran di atas mayoritas pengusaha di kota Siantar tidak membayar upah sesuai dengan upah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah kota Pematangsiantar.

Hal ini sebuah fakta ironi terkait upah pekerja di kota Siantar dimana hal ini sebuah tontonan vulgar pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berdimensi sebuah perbuatan pidana terhadap pekerja dihadapan kita semua.

Hal tersebut berjalan tanpa adanya tindakan maupun pengawasan oleh Pemerintah kota Pematangsiantar dalam membela kesejahteraan masyarakat pekerja.

Sadar atau tidak pekerja merupakan roda pembangunan ekonomi tanpa pekerja pembangunan tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Sebagaimana amanah yang tertuang dalam Konstitusi UUD 1945 telah menjamin hak-hak dasar bagi warga negara dalam hal penghidupan yang layak sesuai dengan derajat kemanusiaan.

Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan secara jelas bahwa,” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Hal ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya Pasal 23 Ayat (1) yang mengatakan,” bahwa setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan  yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya ditambah dengan perlindungan sosial lainnya”

Implementasi pelaksanaan pemenuhan hak atas upah yang layak, tidak berjalan dengan baik sesuai dengan harapan kita. Hak atas penghidupan yang layak itu termasuk didalamnya menyangkut sistem pengupahan yang adil masih sulit terpenuhi akibat ketidakberdayaan Pemko Pematangsiantar saat berhadapan dengan pengusaha.

Kini sistem pengupahan kita juga tidak hanya menyangkut praktek politik upah murah. Namun juga persoalan pengupahan juga terjadi dalam hal pelanggaran akan kewajiban pengusaha dalam memberikan upah sesuai dengan standar upah minimum yang telah ditentukan.

Sepatutnya Pemko Siantar bertindak sebagai pihak yang harus memastikan bahwa hak atas upah yang adil dan layak sesuai yang ditetapkannya tersebut. Namun upah yang layak bagi pekerja sering terjadi pelanggaran.

Hal ini terkesan terjadi pembiaran kepada pengusaha-pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban membayar upah sesuai dengan standar upah minimum yang telah diperintahkan oleh Undang-Undang tanpa adanya tindakan hukum yang semestinya.

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Kasus pengusaha yang tidak membayar upah pekerja tidak sesuai dengan upah minimum ini, tidak boleh dipandang sepele. Ini jelas merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang dipertontonkan secara vulgar dihadapan kita.

Pemerintah kota Pematangsiantar dalam hal pelaksanaan dan pengawasan upah telah lalai dalam melaksanakan peraturan yang dibuatnya sendiri. Sebab diam dan bisu di saat pengusaha secara nyata mengabaikan kewajiban yang telah diperintahkan oleh undang-undang.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button