Artikel

Ketika Tuhan Berkata : Diam! Tenanglah! Badaipun Berlalu

Diam! Tenanglah!
Anginpun reda dan danau menjadi teduh sekali.
Lalu, Yesus berkata kepada murid-muridNya:
“Mengapa kamu begitu takut ? Mengapa kamu tidak percaya?”
Mendengar itu  sesama murid Yesus saling bertanya:
“Siapakah gerangan orang ini, sehingga angin
dan danau pun taat kepadaNya?”
(Markus 4: 35-41)
Oleh : Pdt. Edwin Sianipar

 

Yesus! Dialah orang yang meneduhkan badai, menenangkan angin bahkan taufan yang sangat dahsyat ketika Ia bersama para murid sedang mengarungi lautan dengan sebuah perahu. Hanya dengan mengatakan: Diam! Tenanglah! Tanpa disertai atraksi lainnya, sungguh diluar dugaan, badaipun berlalu. Suasana benar-benar tenang, tentram dan para murid kembali menekuni kegiatan mereka mengemudikan perahu untuk dapat tiba di tempat tujuan. Mereka tidak lagi khawatir apalagi  panik dan badaipun berlalu.

Diam! Tenanglah! Hanya dengan dua kata! Tidak perlu terlalu banyak bicara, ibarat kata tokoh proklamator kita: “sedikit bicara banyak bekerja” dan dalam sindiran lain “No Action Talk Only”, alias NATO. Cukup dengan dua kata yang mengandung kekuatan luar biasa, yang mampu menguasai dan mengendalikan kekacauan alam. Diam! Tenanglah! Badai pun berlalu. Tidak sampai menghantam perahu mereka, apa lagi menghancurkannya bahkan merenggut nyawa.

Tidak seperti kejadian pada bencana Tsunami yang meluluh lantakkan Aceh dan Nias bahkan merenggut ratusan ribu jiwa. Tidak pula seperti bencana-bencana lainnya baik berupa banjir maupun gempa yang  beberapa tahun terakhir kerap kali terjadi, termasuk kejadian rabu, 20 Ferbuari 2008, di Simeulue, 300 kilometer barat laut Banda Aceh. Gempa berkekuatan 7,3 skala Richter yang menelan korban sedikitnya 3 orang meninggal dan puluhan orang luka-luka.

Menjadi pertanyaan: mengapa hal itu bisa terjadi? Tidakkah bencana itu terjadi begitu cepat bagaikan halilintar yang menggelegar yang tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk dapat menghindar? Tidakkah para murid ketika itu masih menyaksikan air masuk ke dalam perahu? Bahkan masih mempunyai kesempatan membangunkan guru mereka yang sedang tertidur lelap, melepas rasa penat dan lelah? Bagi mereka yang percaya, jawabnya singkat: mujizat! Suatu tanda yang menyatakan kebesaran dan keMahaKuasaan Allah. Sesuatu yang luar biasa, yang bisa terjadi bila Allah menghendakinya, maka badai pasti berlalu.

Diam! Tenanglah! Kata-kata yang ditujukan tidak hanya kepada badai atau taufan, tetapi juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, terutama ketika menghadapi berbagai masalah bahkan persoalan yang amat pelik. Ketika menghadapi berbagai penyakit, ketika fasilitas pengobatan bagi yang miskin tidak lagi tersedia, ketika korupsi semakin merajalela, tidak hanya di  ruang lingkup pejabat tetapi juga pada wakil rakyatnya, ketika jumlah pengangguran dan kemiskinan semakin bertambah, ketika harga barang-barang khususnya kebutuhan pokok naik dan terus naik, Jangan coba-coba panik!

Sebab apa? Sebab ketika anda panik persoalan justru semakin pelik dan  semakin runyam bahkan tak jarang akan membawa korban jiwa. Seperti halnya peristiwa yang pernah terjadi di sebuah sekolan bertingkat, disebuah negara yang maju. Seorang anak berteriak-teriak mengatakan fire! Fire! Fire! (Api! Api! Api!). Mendengar teriakan itu ratusan anak-anak lainnya menjadi panik dan berhamburan berusaha menyelamatkan diri. Ada yang berusaha turun melalui tangga darurat, ada yang berusaha melompat dari gedung yang bertingkat.

Dalam kepanikan yang luar biasa, beberapa guru berusaha menenangkan mereka dengan meneriakkan: no fire! no fire! (tidak benar ada api! tidak benar ada kebakaran), tetapi orang-orang tidak menghiraukannya. Lalu apa yang terjadi ? Setelah suasana mulai tenang, terlihat ada banyak murid yang terinjak-injak, cedera bahkan meninggal dunia. Sebuah kejadian yang tidak disangka-sangka, kenyataan yang membawa malapetaka. Hanya karena para murid tidak dapat tenang mendengar informasi tersebut, dan mendengar teriakan, hanya karena mereka tidak dapat menguasai diri, karena ketakutan,  panik, sehingga mengakibatkan kejadian yang sangat fatal. Yesus berkata: “Mengapa kamu begitu takut?

Berbicara tentang takut atau ketakuan, dijelaskan Samuel Mulia, penulis Mode dan Gaya Hidup di Harian Kompas,  melalui kisah Daud dan Goliath.  Katakanlah seorang bapak bercerita dan bertanya pada anaknya mengapa Daud dengan tubuh yang kecil dapat  mengalahkan raksasa seperti Goliath tanpa rasa takut. Si anak tidak dapat menjawab! Lalu si bapak menjawab pertanyaannya sendiri katanya:  “karena Daud lebih dahulu dapat mengalahkan rasa takut di dalam dirinya sendiri”.

Kemudian si bapak melanjutkan! Nah, jika kamu dihadang musuhmu jangan pernah lari dan jangan takut. Hadapi! Mendengar pernyataan itu, si anak balik bertanya, “apakah bapak pernah menghadapi raksasa? Ketika berhadapan dengan raksasa apakah bapak tidak takut dan tidak kalah? Secara spontan dan tegas si bapak menjawab: “ya iyalah, kalau aku kalah, saat ini aku tidak ada disini!

Ada  yang mengatakan bahwa takut itu hanya ada didalam hati manusia yang melakukan kesalahan. Takut identik dengan kesalahan. Oleh sebab itu, perlu dikoreksi terlebih dahulu apakah anda memiliki ketakutan atau tidak! Jika ya! Maka benahi lebih dahulu agar ketakutan yang identik dengan kesalahan itu berubah menjadi kebenaran! Lalu, menjadi pertanyaan: apa hubungan ketakutan dengan kesalahan para murid? Apa kesalahan mereka?

jawabnya: pertama, mereka tidak percaya! Sebagaimana Yesus mengatakannya, “mengapa kamu tidak percaya?” Kedua, karena mereka kurang atau tidak mengenal siapa Yesus yang sesungguhnya. Kita boleh memperhatikan ucapan para murid, “Siapakah gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?” Pertanyaan yang menyatakan bahwa mereka tidak mengenal betul siapa gerangan tokoh yang bersama-sama dengan mereka. Sekalipun mereka telah melakukan kegiatan bersama, makan, minum bersama bahkan hidup bersama.

Hal semacam ini sering terjadi dalam kehidupan manusia. Misalnya, kita boleh melihat kehidupan suami-istri yang telah hidup bersama, serumah, bertahun-tahun, belasan, bahkan puluhan tahun, tetapi sering kali satu dengan yang lainnya tidak saling mengenal, tidak saling mengetahui watak dan karakter yang sesungguhnya. Terbukti, karena kerap kali terjadi dalam rumah-tangga, adanya salah paham, saling curiga-mencurigai, bahkan meningkat sampai pada pertengkaran.  Mengapa hal demikian bisa terjadi? Apakah ini juga terjadi pada kita atau pernahkah kita merasa takut?

Seorang lulusan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pernah berkisah tentang pengalamannya menerbangkan pesawat. Pada kesempatan itu ia memanfaatkan pesawat milik Negara untuk membawa keluarga, anak-anak istri dan kedua orangtuanya. Ketika mengudara, tiba-tiba pesawat mengeluarkan asap, tidak seperti biasanya. Penerbang itu sangat ketakutan. Ia berusaha mengatasinya, tetapi tetap tidak berhasil. Ia semakin ketakutan, sekalipun keluarga tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

Didalam benak dan bayangannya, dia merasakan bahwa mereka sekeluarga akan mati. Dia seperti melihat raksasa didepannya. Dia merasa sangat ketakutan, tentu karena ia belum dapat mengalahkan raksasa. Ia berusaha menghentikan asap, yang berarti mengatasi raksasa itu, tetapi tidak terjadi. Ia bermaksud menghubungi temannya di bandara, menanyakan masalah apa yang sedang ia hadapi, tetapi hal itu tidak mungkin. Mau minta bantuan superman, tidak ada. Lalu apa yang dia lakukan! Ia berdoa! Pada saat itu, ia sangat membutuhkan Tuhan. Tuhan, tolong selamatkan kami anak-anak, istri dan kedua orang tuaku! Sehingga mujizat pun terjadi. Badaipun berlalu.

Sebenarnya, memang sungguh berbeda ketika seseorang berada di bumi, di darat, ketimbang ketika berada di laut atau di udara. Sama halnya seperti pengalaman para murid. Mengapa, karena ketika seseorang menghadapai masalah di bumi atau di darat, ia dapat menghubungi temannya atau mekanik yang dapat menolongnya, tanpa perlu berdoa. Ya, kalau doa dijawab langsung! Kalau tidak! Kan harus menunggu mungkin sehari, atau seminggu, atau sebulan bahkan bertahun – tahun. Ini merupakan sebuah masalah.

Persoalannya orang cenderung berhubungan dan membutuhkan Tuhan disaat-saat emergency alias darurat. Jika tidak demikian goodbye Tuhan! Kita ketemu di lain kesempatan pada gelombang yang sama, gelombang gawat-darurat! Sama halnya seperti gambaran yang diberikan Samuel Mulia, tentang pengalaman seseorang yang mau bepergian dengan pesawat, pukul 6.30. Berarti 2 jam sebelum keberangkatan, harus sudah berada di bandara. Setidaknya orang itu harus sudah berangkat dari rumahnya pukul 4.30 dan kemungkinan bangun sebelum pukul 4.00 wib, waktu enak-enaknya tidur. Hal itu harus dilakukannya karena kebutuhan dan karena ia mau pergi. Jika tidak, maka akan ketinggalan pesawat.

Nah, kalau pada jam itu seseorang disuruh bangun untuk berdoa, pilih mana? Berdoa atau tetap di dalam selimut? Berdoa atau tetap diatas kasur atau ligna? Sama seperti penerbang tadi ketika diudara mengahdapi kesulitan, ia pun berdoa dan doanya dijawab Tuhan. Asap segera berhenti dan perasaannya tenang kembali. Ia tidak takut lagi, yang berarti raksasa itu telah dapat dikalahkannya. Diam! Tenanglah! Badaipun berlalu.

“Guru Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Para murid saat itu sedang menghadapi raksasa. Menjadi pertanyaan: menurut anda siapa raksasa itu? Apakah mertua, suami atau istri, anak-anak, narkoba, selingkuhan, atau justru nafsu yang tidak mampu untuk di atasi termasuk menyangkut materi dan kekuasaan alias jabatan atau apa? Siapakah raksasa itu? Ataukah raksasa itu ulah yang selama ini kita lakukan dalam kehidupan kita, pekerjaan kita, aktivitas kita, karena penyalahgunaan jabatan, karena kerakusan dan keserakahan untuk mengambil yang bukan bagiannya, termasuk menerima suap disana-sini atau apapun yang berhubungan dengan keserakahan?

Menjadi pertanyaan apa benar bahwa Yesus tidak perduli akan keselamatan mereka? Jawabnya singkat: Tidak! Yesus justru sangat perduli pada mereka. Sebaliknya para murid-muridlah yang tidak perduli akan keberadaan Yesus, tidak perduli akan kelelahan Sang guru, istirahatNya terganggu, tidak perduli bahwa Sang guru sedang tidur, mereka membangunkanNya, bahkan menyudutkanNya. Sama halnya dengan kita yang kerap kali tidak peduli pada sesama kita, keluarga, pekerjaan, tanggungjawab jabatan yang telah dipercayakan kepada kita. Oleh sebab itu sadarilah! Perbaiki dan berubahlah! Diam! Tenanglah!  Maka badaipun akan berlalu! Semoga!

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button