
Penulis: Agus Butarbutar, Sekretaris DPC K.SPSI Kota Pematangsiantar
Sebelumnya beberapa media online memberitakan sekitar 80 persen perusahaan di kota Pematangsiantar belum membayar upah pekerja sesuai dengan ketetapan upah minimum kota (UMK) Tahun 2016 sebesar Rp1.813.000 (Satu Juta Delapan Ratus Tiga Belas Ribu Rupiah).
Hal ini tentunya kabar menyedihkan sekaligus menimbulkan beberapa pertanyaan akan kebenaran informasi tersebut?
kedua: Apakah informasi ini hanya prediksi dan apakah Dinsosonaker mempunyai data valid tentang jumlah perusahaan dan jumlah pekerja di kota Siantar.
Untuk memastikan kita memerlukaan data dari Dinsosnaker Siantar mengenai jumlah perusahaan dan jumlah pekerja serta hasil pengawasan dan pelaporan dan pemeriksaan perusahaan di Kota Siantar setiap tahunnya.
Masalah pengupahan sesungguhnya adalah hal yang sangat substantif dan mendasar sebab upah menyangkut kehidupan pekerja dan keluarganya. Pada saat yang sama pekerja dituntut perusahaan untuk bekerja secara produktif agar perusahaan mendapat profit lebih.
Pelanggaran terhadap pembayaran upah dibawah UMK ini dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan dan bersifat pidana sesuai dengan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada prakteknya banyak perusahaan sesungguhnya mampu membayar upah sesuai standar UMK. Namun upah yang diberikan perusahaan tidak memenuhi standar UMK.
Namun pelanggaran terhadap upah ini tak pernah diberi sanksi oleh Dinsosnaker Cq Pemko Siantar.
Selanjutnya ada perusahaan belum mampu untuk membayar upah sesuai UMK karena kondisi usaha dan modal yang kecil (usaha kecil/rumahan).
Namun karena”tidak adanya pengawasan” serta pembiaran pelanggaran sehingga akhirnya pengusaha akan di “ekploitasi” oleh oknum tertentu.
Sebab pengusaha tidak membayar upah sesuai dengan UMK yang notabene telah melanggar hukum.
Dan banyak perusahaan membayar upah tidak sesuai dengan standar upah minimum kota (UMK) namun tak pernah diberi sanksi bahkan tak pernah ada pengusaha yang di bawa ke meja pengadilan yang dinyatakan bersalah karena melakukan pelanggaran pembayaran upah.
Dalam memajukan usaha kecil juga yang berkaitan dengan upah pekerja tentunya ada meknisme undang- undang untuk melindungi agar usaha kecil juga mendapat tempat untuk hidup dan berkembang.
Negara melalui Pemerintah Kota Siantar harus hadir dalam hubungan antar pengusaha dan pekerja sehingga dapat hidup harmonis. Pengusaha lemah juga harus mendapat perhatian dan perlindungan agar tidak hanya pasar modern yang dapat berkembang hingga sampai ke pelosok kelurahan.
Ketidakhadiran negara dalam hubungan industrial tersebut akan melahirkan kesewenang-wenangan, anarkis, ketidakadilan, eksploitasi dan penindasan.
Pada titik ini pekerja dan rakyat lemah lainnya terjebak pada mekanisme pasar yang sedang dimainkan. Jika hal ini yang terjadi, harkat martabat pekerja selaku makhluk sosial yang punya martabat akhirnya akan tergerus. kehidupan pekerja kembali mundur ke zaman perbudakan.