
Siantar | BeritaPekerja.com – Gorga atau Ornamen Simalungun merupakan salah satu kekayaan budaya Simalungun yang mempunyai banyak filosofi-filosofi dan juga identitas dari suatu daerah, akan tapi seiring berjalannya waktu keberadaan gorga kini semakin banyak dilupakan oleh Pemerintah khususnya daerah kota Pematangsiantar.
Hal tersebut terbukti dengan semakin banyaknya bangunan-bangunan instansi pemerintah dan swasta yang tidak lagi menggunakan oranamen-ornamen Simalungun. Padahal sudah jelas ada Perda yang mengatur tentang pemakaian ornamen tersebut. Adapun Peraturan tersebut telah diatur pada Perda Nomor 6 Tahun 1979 tentang Mengembangkan Serta Meningkatkan Kebudayaan Daerah Pada Pembangunan Fisik.
Dalam menyikapi permasalahan tersebut Ketua DPC HIMAPSI Pematangsiantar Anthony Damanik, SP angkat bicara. Pada Jumat (24/02/2017) kepada media BeritaPekerja.com dia menjelaskan, bahwa setiap Gorga atau ornamen bukan hanya sebatas gambar atau ukiran saja namun lebih daripada itu, dimana dalam ornamen Simalungun juga memiliki makna filosofi yang sangat tinggi.
Anthony juga menambahkan, bahwa di dalam ornamen Simalungun ada istilah “Pinar Bulung Ni Andurdur” dimana Andurdur adalah tumbuhan menjalar yang dilambangkan sebagai kesetiaan, menepati janji dan memahami kepentingan bersama. ada juga “Bodat Marsihutuan” yang artinya Bak Kera mencari kutu temannya, inilah lambang gotong royong dan sama bekerja untuk mencapai tujuan. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Saat di singgung mengenai bangunan apa saja yang berada di kota Pematangsiantar yang tidak menggunakan ornamen Simalungun, Anthony menyebutkan ada beberapa bangunan instansi milik pemerintah dan fasilitas umum yang tidak menggunakan ornamen Simalungun.
“Saya melihat masih banyak sekali bangunan di Kota Siantar yang tidak menggunakan Ornamen Simalungun, seperti yang bisa kita lihat bersama-sama ada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kantor Pengadilan Negeri, Kantor Telkom, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dan masih banyak lagi yang lain,” ungkap Anthony.
Diterangkan Anthony pada awalnya Bangunan Kantor Badan Pertanahan Nasional dan juga Kantor Pengadilan Negeri kota Pematangsiantar yang lama masih mematuhi Perda tersebut dengan menggunakan ornamen Simalungun, akan tetapi setelah bangunan tersebut direnovasi tidak lagi menggunakan ornamen Simalungun atau dapat dikatakan sudah menghapus ornamen Simalungun di Bangunan yang ada sekarang.
Mengacu pada Perda Nomor 6 Tahun 1979 Pasal 2 jelas dikatakan bahwa setiap orang atau Badan Hukum baik swasta maupun instansi pemerintah yang mendirikan bangunan dalam daerah harus ada memperbuat suatu motif dan gaya kebudayaan daerah. Selanjutnya Pasal 3 Motif dan gaya kebudayaan daerah yang oleh pemilik bangunan harus dibuat, diukir baik sebelah luar maupun sebelah dalam bangunan atau rumah serta dengan mudah dilihat orang.
“Saya melihat, sikap dari BPN kota Pematangsiantar sungguh sangat disayangkan bahwa telah terjadi pelecehan terhadap Simalungun, dan juga pengkhianatan terhadap sejarah kota Pematangsiantar yang memiliki motto SAPANGAMBEI MANOKTO HITEI yang berarti BERGOTONG ROYONG DEMI TUJUAN MULIA dan kata-kata tersebut merupakan bahasa dari Etnis Simalungun,” jelas Ketua DPC HIMAPSI Pematangsiantar dengan nada yang tegas.
Lanjut pria yang merupakan salah satu tokoh pemuda Simalungun ini, “bahkan salah satu instasi penegak hukum sendiri pun tidak taat dengan undang-undang kearifan lokal, hal tersebut terbukti dan dapat kita lihat sendiri di Bangunan Kantor Pengadilan Negeri kota Pematangsiantar,” pungkasnya.
Anthony mengharapkan kehadiran Hefriansyah SE, MM sebagai Wakil Walikota Pematangsiantar yang baru saja di lantik supaya dapat membawa perubahan baru dan segera memerintahkan Kepada instansi-instansi terkait untuk menjalankan undang-undang kearifan lokal dan juga Perda Nomor 6 Tahun 1979 tersebut demi mewujudkan kota Pematangsiantar yang berbudaya.
Penulis : Hanz