EkonomiNews

Penyerapan Tenaga Kerja di Surabaya Turun meski Investasi Naik

BeritaPekerja.Com | Surabaya – Data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menunjukkan, realisasi investasi di Surabaya hingga pertengahan bulan ini mencapai Rp32,27 triliun, naik dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp29,96 triliun.

Sayangnya, kenaikan realisasi investasi tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap ke lapangan kerja. Hingga pertengahan September, penyerapan tenaga kerja mencapai 110.625 orang, lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu sebanyak 149.038 orang.

Secara rinci, mayoritas investasi mengalir ke sektor perdagangan dengan nilai Rp25,70 triliun. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja terbanyak dengan jumlah 96.565 orang, disusul sektor jasa konstruksi dengan nilai investasi Rp1,58 triliun.

“Namun, sektor jasa konstruksi ini menyerap tenaga kerja cukup sedikit. Hanya sekitar 712 orang,” kata Kepala DPM-PTSP Kota Surabaya, Eko Agus Supiadi di Surabaya, Jumat (15/9/2017).

Sektor perhotelan juga berkontribusi besar terhadap realisasi investasi di Surabaya dengan nilai Rp1,30 triliun. Bisnis hospitality ini menyerap tenaga kerja sebanyak 1.962 orang.

Kemudian, sektor transportasi darat dengan nilai investasi Rp1,37 triliun. Sektor ini menyerap tenaga kerja sebanyak 654 orang. Disusul sektor kesehatan dengan nilai investasi Rp1,09 triliun dan menyerap 376 tenaga kerja.

“Sektor perindustrian realisasi investasinya kecil, sekitar Rp669 miliar. Tapi penyerapan tenaga kerjanya lumayan tinggi sebanyak 6.286 orang,” tutur Agus.

Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya, Jamhadi meminta pemerintah mempercepat layanan perizinan berinvestasi. Selama ini, kata dia, proses perizinan masih memakan waktu yang cukup panjang. Meski pemerintah telah meluncurkan program perizinan tiga jam, investor masih sulit merealisasikan usahanya dalam waktu singkat tersebut.

“Perizinan tiga jam hanya mungkin dilakukan di kawasan industri. Kalau di luar kawasan industri, hal tersebut sangat tidak memungkinkan,” katanya.

Dia mengatakan, hal ini disebabkan perusahaan yang di luar kawasan industri harus menyosialisasikan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada masyarakat.

Kemudian, ketika berinvestasi di luar kawasan industri, investor harus menempuh masa perizinan yang panjang dan proses sosialisasi di masyarakat yang menuntut waktu panjang. “Belum lagi kalau ada persoalan yang timbul selama masa sosialisasi tersebut,” ucap Jamhadi.

Sumber SindoNews.com

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button