
BeritaPekerja.Com | Jakarta – Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia (Persero) Bersatu prihatin dengan kebijakan efisiensi yang sedang dijalankan oleh perusahaan. Akibat dari efisiensi tersebut berdampak kepada penurunan pelayanan kepada penumpang.
Presiden Asosiasi Pilot Garuda (APG) Captain Bintang Hardiono mengatakan, direksi Garuda Indonesia menjalankan kebijakan pemotongan biaya operasional yang bertujuan untuk efisiensi. Namun pemotongan tersebut sangat besar sehingga sehingga mengakibatkan pelayanan ke penumpang mengalami penurunan.
Dia pun mengaku malu atas kebijakan tersebut.
“Dari sudut kami sebagai penerbang, pemotongan biaya manajemen ini membabi-buta. Kami merasa malu karena pelayanan penumpang jadi turun,” kata Bintang, di Jakarta, Selasa (21/1/2018).
Efisiensi yang dijalankan adalah menghilangkan pemberian permen dan makanan untuk penerbangan jarak pendek. Dia pun menyayangkan karena sudah menyalahi prinsip maskapai bintang lima.
Ketua Umum Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) Ahmad Irfan melanjutkan, Garuda merupakan maskapai bintang lima. Namun saat ini kondisi pelayanan ke penumpang mengalami penurunan sehingga tidak mencerminkan sebagai maskapai bintang lima.
Contohnya adalah peniadaan ruang tunggu pengambilan bagasi untuk kelas utama (first class). Saat ini fasilitas layanan tersebut hanya disediakan di Bandara Soekarno Hatta dan Denpasar saja.
“Garuda itu ada di bintang lima, kalau anda pergi ke daerah setiap first class ada layanan lounge bagasinya, sekarang cuma ada di dua kota,” ujarnya.
Menurut Ahmad, karyawan mendukung langkah perusahan melakukan efisiensi, tetapi biaya yang dipotong tidak terlalu besar dan pelayanan ke penumpang yang dikorbankan.
Menurut mereka, masih ada cara lain untuk mengurangi biaya operasional diantaranya perampingan direksi.
“cutting cost itu sekarang modelnya kami sempat mendukung efisiensi. Tapi jangan total cost-nya yang dipotong. Sehingga enggak tahu nih di dalamnya apa,” tutup Ahmad.
Garuda Indonesia mencatatkan angka ketepatan waktu terbang atau on time performance (OTP) sepanjang 2017 hanya 86,4 persen. Angka ini diakui manajemen tidak sesuai target yang di kisaran angka 90 persen.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono mengatakan, Garuda Indonesia beralasan tak maksimalnya OTP tersebut lebih banyak karena insiden Gunung Agung di Bali.
“Pada akhir tahun kita menghadapi kejadian erupsi Gunung Agung yang menjadikan rotasi pesawat Garuda Indonesia jadi berdampak pada performance kami,” kata dia di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Meski begitu, ditegaskan Helmi, hal itu akan lebih baik di 2018. Tahun ini, manajemen menargetkan OTP meningkat drastis di angka 91 persen.
Dalam pelaksanannya, sebagai maskapai bintang lima, Garuda juga akan meningkatkan kualitas kemanan dan keselamatan penerbangan.
Tidak hanya itu, demi meingkatkan kinerja perusahaan. Helmi mengaku, utilitas pesawat Garuda Indonesiajuga bakal diatur dan ditingkatkan, tanpa mengurangi aspek keselamatan penerbangan.
“Utilitas pesawat kita juga akan diperbaiki, tahun lalu itu setiap pesawatnya 9 jam 36 menit dan tahun 2016 8 jam 50 menit. Sementara tahun ini kita tingkatkan menjadi 10 jam,” pugkas dia.