BeritaPekerjaCom|Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyayangkan pemerintah yang tidak mencapai target dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Hal ini disampaikan Marlistya Citraningrum, Manajer Program untuk Akses Energi Berkelanjutan IESR dalam Diskusi Publik Rumah Milenial yang dilaksanakan Selasa, 8 Januari 2018 di Restoran Riung Sunda, Cikini.
“Pemerintah sudah memiliki target penggunaan energi terbarukan yang tertuang dalam KEN, yaitu 23% pada tahun 2025. Namun komitmen politik dan kerangka kebijakan yang ada belum menunjukkan percepatan pengembangan energi terbarukan. Di sektor pembangkitan listrik, misalnya, sejak 2007 hingga sekarang, porsi energi terbarukan masih stagnan di kisaran 11-13%. Pemerintah perlu mengevaluasi komitmen mereka dan merevisi kebijakan-kebijakan yang menghambat pengembangan energi terbarukan,” ujar Citra, nama sapaanya.
Menurut Citra, saat ini harga perangkat EBT masih mahal namun seiring berjalannya waktu harga tersebut akan turun.
“Jika biaya perangkat EBT sudah terjangkau, masyarakat dapat memilih untuk menggunakan energi jenis apa, tanpa bergantung ke pemerintah. Sayangnya, investasi yang kecil di sektor ini menjadi penyebab kemandekan pengembangan energi terbarukan. Investor menilai investasi di sektor energi terbarukan penuh dengan resiko. Akibatnya harga perangkat EBT masih mahal sampak saat ini,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Teknik dan BD Waskita Karya Energi Hokkop Situngkir mengatakan EBT saat ini berkembang lambat karena beberapa faktor.
“Ada faktor regulasi, yaitu pemerintah, khususnya bidang terkait masih belum konsisten dalam menerapkan peraturan soal EBT sehingga menyulitkan investor. Yang kedua adalah faktor infrastruktur, dimana belum ada fasilitas yang menyambungkan energi dari sumber (biasanya terletak di remote area) ke konsumen. Dan faktor selanjutnya adalah masyarakat belum menganggap EBT sebagai hal penting di masa depan”, kata Hokkop yang juga merupakan Ketua Bidang Natural Resources Inovator 4.0 Indonesia.
Hokkop menjelaskan bahwa Waskita Karya juga fokus pada pengembangan EBT, antara lain dengan membangun pembangkit listrik dari sumber energi baru terbarukan.
“Pada dasarnya, untuk konsep dan teknologi, kita sudah siap mengembangkan (EBT). Industri EBT sangat besar potensinya karena juga dapat melahirkan lapangan kerja baru. Salah satu yang perlu dijadikan referensi adalah pada beberapa negara maju, industri manufaktur mendukung pengembangan EBT. Indonesia sebenarnya punya potensi besar untuk mengembangkan EBT,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam sambutannya di awal diskusi, Direktur Eksekutif Rumah Milenial Defli Yuandika Ruso menjelaskan pentingnya generasi milenial membahas energi baru terbarukan.
“EBT adalah kepentingan milenial karena ketersediaan energi di masa mendatang akan mempengaruhi kualitas hidup generasi pada masa tersebut. Perbandingan antara peningkatan produksi energi, jumlah penduduk, dan kebutuhan energi yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadi keresahan kami sebagai milenial. Sayangnya, kami sudah mengundang pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan KSP, namun tidak ada perwakilan yang hadir. Semoga itu bukan karena pemerintah tidak menganggap EBT sebagai program prioritas di tahun ini,” ujarnya.
Selain kedua pembicara di atas, hadir juga narasumber lain, yakni Milton Pakpahan yang pernah menjadi Ketua Komisi VII DPR RI pada tahun 2014 dan Ferdy Hadiman selaku peneliti di Alpha Research Database. Diskusi dengan topik “Rencana Pengembangan Energi Terbarukan dalam Perkembangan Infrastruktur Indonesia, Apakah Hanya Wacana?” dihadiri puluhan peserta dan para peserta tampak antusias mengikuti setiap sesi dalam diskusi ini. (*)