
Tahun 2019 merupakan tahun politik bagi Indonesia karena pada tahun ini diselengarakan secara serentak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Legislatif dan DPD-RI.
Pada saat ini, saya lebih tertarik untuk membahas Pemilihan Calon Anggota Legislatif, karena untuk memperbaiki tatanan pemerintahan tidak terlepas dari peranan anggota legislatif kita di DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi maupun DPR-RI.
Dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini, saya sangat kecewa melihat kinerja para anggota legislatif kita khususnya untuk di Siantar-Simalungun, yang seakan mandul dan tidak menjalankan fungsi sebagai Anggota DPRD yang mewakili rakyat.
Namun kekecewaan itu juga tidak hanya kepada anggota DPRD nya turut juga kepada masyarakat sebagai pemilih. Sebab mereka bisa duduk dikursi DPRD kota Siantar dan Simalungun karena dukungan masyarakat.
Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih calon anggota DPRD di Siantar-Simalungun, ada yang dikarenakan kedekatan, uang, relasi keluarga.
Namun paling dominan masih dikarenakan uang, hanya sekian persen yang dipengaruhi oleh latar belakang si calon, atau karena kinerja/perbuatan si calon DPRD selama ini untuk masyarakat.
Coba kita bayangkan jika sekarang, untuk menjadi anggota DPRD di Siantar-Simalungun kita harus mengeluarkan biaya Rp.500jt-1M, bahkan ada juga yang habis hingga Rp.2 M, sedangkan gaji yang akan mereka peroleh hanya Rp.30jt/bulan, sehingga kita tidak dapat berharap banyak untuk para anggota DPRD kita, karena begitu duduk mereka sudah harus memikirkan bagaimana modal mereka itu akan kembali.
Uang sebegitu banyaknya yang akan ditabur untuk memperolah suara masyarakat.
Dengan pola demokrasi kita yang masih seperti ini, semakin kuat menghambat orang-orang yang kritis dan berkompeten untuk masuk ke lembaga DPRD dikarenakan mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk biaya pencalonan, karena harus membeli suara.
Kita tidak bisa berharap banyak kepada anggota DPRD yang menang hanya karena menabur duit, karena sesungguhnya mereka hanya punya duit bukan punya pikiran.
Oleh karena itu, jangan pilih Caleg yang membagi-bagi uang, tetapi pilihlah yang miskin tetapi kritis.
Dalam amatan saya, masih ada dari beberapa calon anggota legislatif ini, yang sudah lama di parlemen jalanan atau aktif sebagai control sosial.
Namun mereka sulit untuk menang dikarenakan kekurangan uang, atau dikarenakan factor idealisme mereka dalam proses pemilu, sehingga untuk melihat hal ini masyarakat harus jeli, jangan mau kembali tertitup, dan jangan sampai menyesal karena yang menang hanyalah genderuo bertubuh manusia.
Penulis: Fawer Full Fander Sihite
Ketua ILAJ: Institute Law And Justice