Oleh : Fawer Full Fander Sihite
Dua tahun sudah masa kemimpinan Walikota Pematangsiantar Hefriansyah berkuasa namun dinilai tak kelihatan perubahan yang signifikan yang terlihat pada wajah Kota Siantar.
Perjalanan kepemimpinan Hefriansyah menjadi Walikota Pematangsiantar adalah karena sebuah peristiwa sejarah atas meninggalnya almarhum Hulman Sitorus sebagai Walikota terpilih saat itu.
Hingga pada akhirnya Hefriansyah sebagai wakil naik menjadi Walikota. Dengan usia yang masih terhitung muda, masyarakat berharap perubahan atas kepemimpinannya.
Namun harapan itu berbanding terbalik, Kota Siantar menjadi kota nano-nano, yang tidak jelas apa rasa atau warnanya.
Dalam dua tahun ini kita tidak melihat program yang berdampak bagi masyarakat yang sumbernya dari ide-ide Hefriansyah.
Dan bahkan yang lebih para lagi, Hefriansyah mempertontontan ketidak pahamannya akan regulasi atau komunikasi di internal pemerintahan maupun di kalangan masyarakat.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penolakan-penolakan atas kebijakan Hefriansyah yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Pematangsiantar.
Hingga Kota Siantar dapat disebut sebagai kota demonstran, karena tidak pernah bulan berlalu tanpa demonstrasi di Kota Siantar, semenjak kepemimpinannya.
Peristiwa ini diakibatkan kebijakannya tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak tau Siantar mau dibawa kemana.
Bagaikan rasa nano-nanonya tak tau rasa apa sehingga kebijakan Hefriansyah selaku Walikota Pematangsiantar, kerap menuai penolakan masyarakat.
Kita berharap di waktu yang masih tersisa Hefriansyah dapat memperbaiki situasi ini, agar masih punya harapan untuk maju di Pilkada berikutnya.
Penulis adalah: Ketua Institute Law And Justice.