Oleh : Andre Sinaga, Mahasiswa Fak Hukum, Universitas Simalungun (USI)
Selama ini suksesi Pemilihan Pangulu Nagori (pilpanag) tidak pernah sepi dari pembicaraan dari mulut ke mulut, dari pena ke pena hingga dari otak ke otak. Hal ini mengingat pilpanag merupakan refleksi bagaimana demokrasi itu diimplementasikan.
Disisi lain Pilpanag juga merupakan sarana sirkulasi elit dan transfer kekuasaan ditingkat lokal. Dalam konteks ini Pilpanag diharapkan secara langsung membuat masyarakat memahami hak dan kewajibannya.
Pilpanag juga adalah suatu moment dimana masyarakat mengerti posisi mereka sebagai warga dalam percaturan politik di desa tersebut. Dimana terjadi proses interaksi antara rakyat dan pemerintah sebagai wujud adanya demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Dimaklumi bersama, pilpanag tidak sesederhana apa yang kita bayangkan. Di dalamnya berimplikasi tentang banyak hal mengenai hajat hidup dan kepentingan orang banyak. Mulai dari proses, hasil, hingga pasca kegiatan Pilpanag yang merupakan satu kesatuan utuh dan erat dalam menentukan arah dan agenda enam tahun ke depan ke mana desa tersebut akan dibawa.
Demokrasi desa adalah bingkai pembaharuan terhadap tata pemerintahan desa atau hubungan antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan elemen-elemen masyarakat desa yang lebih luas. Hendaknya mengedepankan argumen bahwa desa harus “dibela” dan sekaligus harus “dilawan” dengan demokrasi.
Nah suksesnya Pilpanag tergantung pada masyarakat desa. Pilihan tentu akan menentukan arah dan langkah desa enama tahun ke depan.
Tentu berharap kepada masyarakat seperti di salah satu Nagori Laras 2 Kabupaten Simalungun dalam mensukseskan pilpanag tentu kita harus mengenal calon pemimpin melihat dari track record (rekam jejak) dan melihat visi dan misi. Sehingga dapat mengetahui siapa yang cocok menjadi pemimpin.