BERITAPEKERJA.COM I SIANTAR –
Pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan pembangunan infrastruktur akan selalu menjadi pembicaraan utama dalam politik lokal di Pematangsiantar.
Untuk menjawab hal tersebut, proses pengelolaan politik menuju demokrasi yang substansial mesti melalui serangkaian diagnosa yang tepat dan sesuai dengan konteks kota.
Peran dan partisipasi aktif dalam menjaga kesubstansian demokrasi itu harus menjadi spirit majunya kota.
Tantangan yang dihadapi kota ini terus berlanjut dengan segudang masalah baik birokrasi pemerintahan maupun dalam pengelolaan rencana pembangunan yang mungkin sudah pernah dicanangkan.
Carut marutnya pemerintahan di kota Siantar harus diakui bahwa kota ini masih dikelola oleh aktor-aktor yang masih giat melakukan korupsi. Alhasil praktik ini merampas hak-hak ekonomi warga.
Sistem pelayanan publik dan fasilitas-fasilitas yang harus dijadikan sebagai pendongkrak indeks pembangunan manusia.
Siantar harus berbenah dalam waktu yang singkat ini melihat master plan pemerintah pusat yang menjadikan Danau Toba sebagai destinasi utama bagi pariwisata nasional.
Analisa yang teliti dibutuhkan untuk dapat mengimbangi pembenahan kota dan pembangunan daerah sekitarnya agar kota ini tetap menjadi destinasi idola dan siklus ekonomi masyarakat tetap terjaga.
Pada akhirnya akan menjadi kunci mencari solusi dalam pemecahan persoalan-persoalan yang ada. Namun kreatifitas masyarakat membutuhkan intervensi politik pemimpin kota ini.
Persoalan ini mengemuka dalam Dialog Publik “Siantar 2020″ Siapa Figur Anak Muda?” yang diselenggarakan Kaukus Muda Siantar (KaMuS), Kamis (1/8/2019), di Patarias Coffee Shop Pematangsiantar.
Pembicara dalam dialog ini adalah pegiat pemuda kreatif, Tumpak Hutabarat (@siparjalang); Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Pematangsiantar, Reinward Simanjuntak; Direktur Eksekutif Institute of Law and Justice (ILAJ) Fawer Full Sihite; dosen STIE Sultan Agung dan Pasca sarjana USI, Dr. Kartini Harahap, S.Sos, M. Si; dan pegiat pendidikan dan founder Siantar Explore, Yowanda Rahmazam. Dialog ini dimoderasi oleh dosen FISIP USU, Fernando Sihotang.
Fernando Sihotang dan Tumpak Hutabarat adalah inisiator dari dibentuknya forum politik yang diperkenalkan sebagai Kaukus Muda Siantar (KaMuS). KaMuS merupakan instrumen yang diperuntukkan untuk mengedukasi orang-orang muda agar melek dan tidak apatis terhadap politik. Pun forum ini dapat dijadikan sebagai jembatan bagi jalannya komunikasi politik antar sesama warga dan kepada pemerintah. Karena karakternya sebagai wadah yang terbuka dan tidak terikat struktur.
Pada sesi pembukaan, moderator Fernando Sihotang menegaskan bahwa inisiatif dialog ini ditujukan untuk membahas persoalan-persoalan kota Siantar yang nantinya mesti menjadi referensi bagi pemimpin Siantar pada tahun 2020 mendatang. Pemimpin dipilih bukan karena figurnya sebagai tokoh, tetapi mereka yang mau memimpin kota Siantar dengan segudang masalahnya.
“Kedekatan calon pemimpin dengan masalah kota Siantar adalah syarat mereka layak dijadikan sebagai figur anak muda,” pungkasnya.
Fernando mengajak peserta yang dating dari lintas generasi untuk merekonstruksi demokrasi substansial dengan mengadopsi gagasan yang dituliskan oleh Paul Tillich dalam Love, Power and Justice (1960).
Interpretasi yang diberikan Fernando, bahwa konsep ideal kesejahteraan (kasih) itu harus diaplikasikan dalam bentuk kekuasaan agar dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak orang.
Namun untuk menghindari kekuasaan yang eksploitatif dan sewenang-wenang kekuasaan haruslah dijalankan dengan mengedepankan keadilan. “Maka pemimpin kota Siantar mesti merupakan mendapat rekomendasi penuh dari orang-orang muda,” tambah Fernando yang memperoleh gelar master (S2) di Friedrich Alexander University Erlangen, Nurnberg – Germany di bidang Hak Asasi Manusia (Politik).
Tumpak Hutabarat berpendapat bahwa anak muda mestinya memiliki kesadaran politik dan, mampu bersikap kritis terhadap tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Beranjak dari pengalamannya berbicara dihadapan pemimpin-pemimpin dunia di forum-forum internasional dan melihat melimpahnya sumber daya anak-anak muda Siantar yang tampil di dunia internasional dan memiliki posisi-posisi strategis di dunia bisnis dan pemerintahan, Tumpak berkeyakinan kalau ternyata anak-anak muda Siantar punya kapasitas mumpuni untuk menjadi pemimpin.
Ia dengan optimis meyakinkan bahwa pemimpin Siantar tahun 2020 harus dipimpin oleh orang muda atau setidaknya merupakan rekomendasi orang-orang muda yang ingin kota ini maju dan sejahtera.
Sebagai pegiat pemuda kreatif, Tumpak memandang generasi millennial adalah generasi yang cerdas, cekatan, adaptif terhadap perkembangan teknologi yang lagi-lagi membutuhkan kreatifitas dan inovasi. Baginya, spirit kota adalah kreatifitas dan basis dari kreatifitas adalah komunitas.
“Siapa yang mampu mengelola kreatifitas dan memberdayakan komunitas maka ia memahami permasalahan kota ini dan layak untuk memimpin Siantar ke depan,” ujarnya.
Fawer Sihite menilai bahwa pertumbuhan kuantitas orang muda di Siantar tidak berbanding lurus dengan optimism mereka di dunia politik. Hal ini, menurut Fawer, terlihat dari beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu bahwa mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam politik nasional dan lokal; belum adanya role model yang patut ditiru oleh orang muda; masih minimnya wadah politik yang bisa dimasuki oleh orang-orang muda; dan pemahaman politik mereka yang masih sangat kurang.
Fawer menggarisbawahi bahwa memilih figure orang muda bukan hanya sekedar jumlah atau kuantitas, tetapi lebih kepada agenda yang diusung. “Agenda yang muda itu haruslah mengedepankan transparansi, progresif, bersolidaritas, energik dan memiliki standar good governance (pemerintahan yang baik),” kata Fawer.
Dr. Kartini Harahap memberikan tanggapannya dalam kapasitasnya sebagai akademisi yang menaruh perhatian pada perkembangan politik anak-anak muda di Siantar. Baginya, dunia kampus tidak boleh steril dalam berbicara politik. Namun saja, ia menggarisbawahi, kalau peran kampus tidak sampai pada politik praktis. “Kampus harus bisa menjadi corong dan ‘pabrik’ yang memproduksi para intelektual yang peduli dengan situasi kota dan kesejahteraan menjadi tuntutan utamanya,” ujar Kartini yang memperoleh gelar doktor (S3) dari Universitas Padjajaran, Bandung di bidang Administrasi Bisnis.
Yowanda Rahmazam menyampaikan harapannya terkait pengelolaan pendidikan yang merupakan tanggungjawab pemerintahan lokal. Yowanda bersama pegiat-pegiat pendidikan lainnya melakukan advokasi (pendampingan) kepada masyarakat terkait tata cara mengakses beasiswa dan bantuan-bantuan finansial untuk pendidikan anak di sekolah. “Siantar tahun 2020 harus dapat menentukan pemimpin yang menaruh perhatian kepada dunia pendidikan di Siantar,” ungkap beliau.
Reinward Simanjuntak meyakinkan pembangunan di Siantar harus dikelola bersama baik pemerintah maupun masyarakat. Kritik terhadap pemerintah merupakan hal yang biasa dan seharusnya pemerintah terbuka untuk kritik yang membangun.
Di akhir dialog, dua inisiator Kaukus Muda Siantar (KaMuS), Fernando dan Tumpak, mendeklarasikan wadah ini sebagai wadah yang bisa dimasuki siapa saja untuk tujuan pembangunan diskursus politik di kota Siantar. Mereka mengajak semua pihak untuk lebih aktif lagi membangun diskursus-diskursus politik. Tujuannya adalah untuk memahami bahwa politik itu harus diperjuangkan sebagai upaya mencapai kesejahteraan. Dialog serial selanjutnya akan dilakukan dengan membawa topik-topik yang thematik dan kontekstual sosio-ekonomi-politik kota Siantar.