PendidikanSiantar Simalungun

Gaji Guru Hilang 3 Minggu

OlehHiskia Ronaldus Sidebang (Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI Pematangsiantar-Simalungun)

 

 

BeritaPekerja.Com|Siantar –Belakang ini guru menjadi trending topik pembicaraan baik dari sisi pencalonan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menimbulkan gejolak dan respon dari guru-guru honorer di tanah air. Hingga para guru honorer melakukan aksi demonstrasi di berbagai daerah untuk menuntut keadilan bagi mereka.

Namun sayangnya, persoalan ini menjadi ajang politisi untuk memainkannya menjadi bahan kampanye untuk mengalang suara dalam pemilu baik itu pemilihan Presiden maupun Pemilihan Legislatif baik daerah maupun pusat. Win-win solusion pun di lontarkan untuk menarik simpati para guru honorer.

Ada yang menawarkan akan membuat gaji guru menjadi 20 juta per bulan, ada yang menjanjikan akan membuat gaji Guru Honorer minimal UMR (Upah Minimum Regional), dan beberapa hari yang lalu Presiden melalui Kemendikbud menjanjikan akan membuat guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Sadar tidak sadar kini kita lah menjadi profesi guru itu menjadi sebuah pekerjaan yang disamakan dengan buruh (walaupun memang kita tahu bahwa buruh adalah pekerja yang tidak memiliki bahan produksi).
Persoalan kesejahteraan guru terus menjadi agenda pemerintah yang sejalan dengan membangun pendidikan yang ada di negara yang kita cintai ini. Undang-undang dan peraturan terus digodok oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Mulai dari kurikulum hingga sertifikasi guru.

Guru hingga saat ini masih menyandang status sebagai pahlawan tanpa jasa, tapi bukan berarti kita tidak memperhatikan kesejahteraan guru serta keluarga nya. Namun pemerintah belum dapat melihat apa yang menjadi akar persoalannya hingga adanya kesenjangan yang terjadi di antara guru, baik guru ASN dengan honorer, maupun honorer dengan honorer.
Sertifikasi bukanlah solusi untuk mensejahterakan guru, karena itu hanya sebahagian guru saja yang dapat menikmati. Lalu bagaimana kita dapat menyelesaikan persoalan ini?

Kita telah mengetahui bahwa guru dan dosen memiliki tujuan yang sama ya itu meningkat mutu pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-undang No 14 Tahun 2005. Namun dalam UU No 14 tahun 2005 tidak ada termuat bagaimana mekanisme penggajian guru dan dosen. Dosen hingga saat ini tidak pernah terjadi persoalan kesejahteraannya karena penggajian dosen jelas perhitungan sedang kan guru penggajiannya tidak jelas. Kenapa tidak jelas?

Apabila dosen membawakan mata kuliah dengan bobot 6 SKS selama semingu dengan gaji 1 SKS sebesar Rp. 60.000,- maka dosen tersebut akan menerima gaji 6 SKS dikali 4 Minggu (sebulan) dikali Rp. 60.000,- adalah Rp. 1.440.000,-

Sedangkan guru, apabila membawakan 24 les selama seminggu dengan gaji 1 les sebesar Rp. 50.000 maka guru tersebut akan mendapatkan gaji sebesar 24 les dikali Rp. 50.000,- adalah 1.200.000,-

Maka melihat penggajian antara guru dan dosen terjadi kejanggalan yaitu dimana penggajian dosen dikali dengan 4 karena dalam sebulan terdapat 4 Minggu, sementara penggajian guru hanya dikalikan 1 minggu dan 3 minggunya di hilang padahal guru mengajar sama halnya dengan dosen selama sebulan namun guru hanya mendapatkan gaji selama seminggu.

Disinilah letak kelemahan dari UU No 14 tahun 2005 dan persoalan kesejahteraan guru, dimana tidak adanya mekanisme penggajian yang jelas terhadap guru.
Mengacu dari persoalan tersebut maka banyak guru-guru yang mengambil jumlah les yang sangat banyak hingga sampai 30 les seminggu bahkan lebih, yang akhirnya mengakibatkan kurang waktu persiapan seorang guru karena tidak adanya waktu senggang untuk mempersiapkan materi yang diajarkan.

Dengan jumlah les yang begitu banyak maka seorang guru akan paling tidak akan menangani 6 kelas bahkan lebih dan akan menghadapi sekitar 210 siswa atau lebih. Dengan perbandingan 1 : 210 siswa akan seorang guru dapat mengenal siswanya satu persatu? Bagaimana mungkin dengan perbandingan yang begitu besar dapat menjadikan pembelajaran yang efektif?

Nah, hal ini yang harus kita sadari bersama, hal ini tdak hanya semata-mata persoalan materi semata tetapi bagaimana seorang guru dapat mengajar menjadi lebih efektif, kreatif dan inovatif dengan waktu luang yang banyak untuk mempersiapkan materi dan evaluasi. (Rel)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button