
BeritaPekerja.com | Kamis, 21 Januari 2016 lalu, Komisi IX DPR RI telah menetapkan 5 orang yang terpilih sebagai anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kelima anggota Dewas BPJS Kesehatan ini meliputi La Tunreng dan Misbahul Munir dari unsur pemberi kerja, Michael Johannis Latuwael dan Roni Febrianto unsur pekerja, serta Karun dari unsur tokoh masyarakat.
Sesuai dengan pasal 20 UU BPJS, Dewan Pengawas (Dewas) terdiri atas 7 orang profesional yang mencerminkan unsur-unsur pemangku kepentingan dalam jaminan sosial. Yaitu terdiri atas 2 orang unsur pemerintah, 2 orang unsur pekerja, 2 orang unsur pemberi kerja dan 1 orang unsur tokoh masyarakat.
Dua nama dari unsur pekerja, Roni Febrianto dan Michael Johannis Latuwael, mereka berasal dari satu serikat yang sama. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). KSPI sendiri adalah serikat kedua terbesar di Indonesia setelah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI). Dan serikat pekerja yang berada di bawah pimpinan Said Iqbal tersebut, juga dikenal cukup kritis dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah.
Terpilihnya mereka berdua bukan tanpa persaingan dan perdebatan. Atim Riyanto adalah salah satu calon Dewas dari KSPSI gagal menjadi salah satu dari dua orang yang berhak menjadi bagian dari Dewas unsur pekerja. Namun persahabatan kedua pimpinan serikat, Andi Gani Nena Wea (KSPSI) dan Said Iqbal (KSPI) telah melunturkan persaingan tersebut.
Terlebih kedua serikat juga telah bersatu dalam Gerakan Buruh Indonesia, yang secara konsisten menggabungkan kekuatan dengan serikat lain untuk menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tak pro terhadap buruh.
Dalam surat terbukannya, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menyatakan dukungannya kepada Roni Febrianto dan Michael Johanis, untuk menjalankan tugas dan perjuangannya sebagai Dewas BPJS Kesehatan. Ia percaya bahwa mereka yang terpilih akan dapat dipercaya mewakili buruh Indonesia, bukan mewakili KSPI.
Hal senada juga disampaikan oleh Michael Oncom dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) yang merupakan bagian dari GBI. Walaupun mengkritisi sistem jaminan sosial yang ada saat ini seperti asuransi sosial, namun ia berharap mereka berdua dapat mewakili unsur buruh. Memperbaiki berbagai kelemahan dalam pelaksanaan BPJS, bukan sekedar teknis pelaksanaan namun juga melakukan kontrol dan perbaikan sistemnya.
Sementara Ilhamsyah, Ketua Federasi Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) yang juga koordinator Komite Persiapan Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KP-KPBI), juga menyatakan dukungannya. Terpilihnya Michael dan Roni yang telah melalui proses seleksi oleh Komisi IX DPR RI, adalah terpilihnya buruh Indonesia. Ia meminta para anggota Dewas terpilih, untuk munjukkan diri bahwa unsur buruh adalah orang orang yang mampu menjalankan fungsi, tugas dan bisa berprestasi.
Sebelumnya dalam proses pencalonan anggota Dewas, Said Iqbal, Presiden KSPI menyatakan bahwa pelayanan dan implementasi dari BPJS Kesehatan masih jauh dari harapan. Ia ingin BPJS Kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang kurang mampu. Mendorong pelayanan yang baik atas masyarakat
Andriko Otang, Direktur Eksekutif Trade Union Right Centre (TURC), menilai bahwa terpilihanya mereka berdua akan memberi warna baru bagi pengawasan kinerja BPJS Kesehatan. Alasan yang menjadi dasarnya adalah keterlibatan buruh mulai dari proses pembentukan UU BPJS sampai dengan pelaksanaanya, merupakan modal penting dalam bentuk pemahaman yang akan diterapkan dalam pengawasannya nanti.
Satu hal lain yang juga menurutnya cukup meyakinkan adalah KSPI cukup aktif terlibat dalam berbagai advokasi di lapangan. Yang artinya secara detail mereka dapat memahami apa yang menjadi kendala-kendala di lapangan terkait pelaksanaan pelayanan BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi IX Roberth Rouw, berpandangan anggota Dewas BPJS Kesehatan nantinya dapat lebih garang dari periode sebelumnya. Pasalnya, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang lalu dinilai tidak signifikan, bahkan hanya menjadi subordinasi direksi. Hal ini mengingat pada periode sebelumnya, Dewas dipilih oleh komisaris BPJS.
Sejauh ini ia menilai fungsi dan peran dewas BPJS Kesehatan masih jauh dari harapan dalam membela dan memperjuang hak-hak kesehatan orang-orang miskin.
Masalah-Masalah BPJS Kesehatan
Ada cukup banyak masalah yang muncul dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Walaupun berbagai media massa seringkali mengangkat pemberitaan, namun pembaharuan dalam pelayanan dan hal-hal lainnya seperti tak terlihat.
Misalkan saja kritik soal aktivasi kartu BPJS Kesehatan yang baru bisa aktif seminggu setelah pendaftaran diterima. Padahal sakit yang menimpa masyarakat bisa datang tanpa terduga dan tak dapat ditunda. Belum lagi rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama, yaitu puskesmas.
Atau juga banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Padahal seharusnya BPJS seharusnya menyelenggarakan sistem jaminan sosial berdasar asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia. Demikian menurut Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Harli Muin.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menemukan 86 permasalahan dari hasil monitoring dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan. Salah satu masalahnya adalah tarif pelayanan kesehatan. Masih banyak rumah sakit (RS) swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan alasan tarif yang murah dan dapat merugikan RS. Sehingga tak heran banyak peserta BPJS Kesehatan yang ditolak oleh RS.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar pernah menyampaikan kritiknya, bahwa pelayanan BPJS Kesehatan untuk masyarakat miskin penerima bantuan iuran belum memuaskan. Pelayanan yang buruk bagi mereka adalah sikap yang sering diterima dari rumah sakit.
Alasan rumah sakit tidak melayani warga miskin bermacam- macam, umumnya beralasan karena kamar pasien sudah penuh. Padahal ketika dicek banyak kamar kosong. Untuk mengatasi hal tersebut, diharapkan pemerintah, BPJS beserta masyarakat bersama-sama melakukan pengawasan terhadap mitra BPJS Kesehatan tersebut.
Tak akan cukup tentunya dalam sebuah artikel membahas masalah BPJS Kesehatan, namun pada dasarnya ecara legalitas fungsi dari Dewas BPJS Kesehatan adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi. Pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial. Memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS dan menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan jaminan sosial kepada Presiden.
Roni Febrianto dan Michael Johannis Latuwael
Tentu bukan kerja yang ringan dipundak Roni Febrianto dan Michael Johannis Latuwael. Dengan berbagai macam persoalan yang ada serta berbagai harapan yang diamanahkan oleh rekan-rekannya dari serikat buruh, atau juga masyarakat pada umumnya.
Roni Febrianto sebelum terpilih sebagai anggota Dewas pernah menyatakan penolakannya atas rencana BPJS Kesehatan untuk menaikan iuran peserta mandiri pada tahun ini yang berkisar 5.000 sampai 20.000,. Koordinator Departemen Informasi dan Komunikasi KSPI, juga pernah menyarankan agar pendaftaran peserta mandiri BPJS Kesehatan dipermudah.
Roni mengatakan perlu ada kerja keras dari internal BPJS Kesehatan dan dukungan penuh dari pemerintah untuk memperbaiki pelayanan, kepesertaan dan keuangan BPJS Kesehatan. “Pemerintah harus lebih peduli pada kesehatan masyarakat dengan mendesak perbaikan kinerja BPJS Kesehatan terlebih dahulu daripada menaikan iuran peserta mandiri,” ujarnya.
Sementara Michael Johanis Latuwael, yang walaupun namanya jarang didengar oleh publik melalui media massa, namun kiprahnya dalam melakukan advokasi di bidang perburuhan cukup konsisten. Ia adalah Ketua Konsulat Cabang Bekasi, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Bersama Roni Febrianto, ia selama ini bahu membahu untuk mempejuangkan hak-hak buruh.
Apa yang akan mereka lakukan setelah dilantik nanti? Satu hal yang pasti, dengan pengawasan yang lebih baik, pelayanan BPJS Kesehatan juga harus lebih baik. Buruh dan serikat buruh, masyarakat dan masyarakat pengguna BPJS Kesehatan adalah pengawas kinerja mereka selama satu periode ke depan (5 tahun). Amanah dan harapan ada di tangan mereka agar BPJS Kesehatan dapat bekerja dengan baik.
Sumber : KabarBuruh.com