News

FGD RUU Omnibus Law Cipta Kerja Di Persimpangan Jalan ?

BERITAPEKERJA.COM|JAKARTA – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) mengelar FGD dengan topik pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Persimpangan Jalan ??? di Kantor Sekertarian GMKI JL. Salemba No. 10 Jakarta Pusat. Yang di hadiri dari pulihan peserta dari kalangan buruh, perwakilan bem, dan kelompok cipayung.

Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Ketua Umum GMKI, Korneles Galanjinjinay dengan mengundang para tokoh sebagai narasumber, seperti Timboel Siregar (Kordinator BPJS WATCH), Saut Manalu (Mantan Hakim adhoc PHI), Sabinus Moa S.H ( Humas DPP SBSI ), dan Arif Yogi ( Ketua Kampanye dan Jaringan YLBHI ) dan dimoderatori oleh Christian patricho adoe.

Dalam sambutannya Korneles Mengatakan Bahwa mahasiswa sebaiknya satu suara dan serius membahas omnibus law cipta kerja ini karena menyangkut nasib orang banyak. Disisilain kalangan buruh sudah melakukan konsolidasi untuk melakukan aksi penolakan omnibus law pada tanggal 23 maret 2020 nanti. Dan mahasiswa belum satu suara. Ada yang satu suara dan ada juga yang belum satu suara.

Korneles menilai bahwa rakyat dan buruh juga membutuhkan suara dari mahasiswa untuk menghadirkan keadilan dan kebenaran bagi rakyat dan buruh, khususnya dalam konteks undang-undang omnibus law ini. Apalagi yang terpenting uu Omnibus Law Cipta Kerja ini yang paling di untungkan adalah Pengusaha, maka dari itu melalui diskusi ini kita ingin lebih mengkaji melalui diskusi ini.

“Melalui diskusi ini kita dapat menyatukan persepsi dan pendapat serta mengkonsolidasikan gerakan mahasiswa untuk Bersama – sama buruh, pekerja dan rakyat untuk mengkritisi ruu omnibus law yang tidak pro kepentingan rakyat kecil“ ungkap  Ketua Umum GMKI.

Disisilain Saut Manalu mengungkapkan UU Omnibus Law Cipta Kerja itu adalah rancangan undang-undang yang memang dipersiapkan untuk menarik Investasi, sehingga ada beberapa sektor dalam bidang – bidang itu yang terkait dengan investasi, yang di ambil dari uu ketenagakerjaan, uu lingkungan dan perjanjian dan di masukan dalam satu undang – undang untuk menjadi undang-undang omnibus law sektor cipta kerja.

Saut juga mengatakan memang ada pengurangan norma yang ada sebelumnya di undangan undang  ketenagakerjaan kemudian dimaksudkan kedalam undang undang cipta kerja. Ketika kita berbicara hukum, kita berbicara tentang standar minimum. Dalam hukum perburuhan itu sangat specific, hak minimum dari pekerja, dia bekerja untuk hak minimum dan punya kewajibwan bekerja dan ada kewajiban minimum bagi pengusaha.

Dan kalau kita berbicara tentang serikat pekerja itu adalah seberapa besar serikat pekerja mempunyai kekuatan untuk merundingkan dengan pengusaha, itu pointnya sehingga kekuatan Serikat itu terletak pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Narasumber lainnya Arif Prayogi Ketua Kampaye dan jaringan YLBHI mengatakan pertama kali Omnibus Law ini diucapkan oleh Presiden Jokowi dalam pidato pelantikan presiden, saat itu ada beberapa poin yang menjadi dasar dan presiden merasa perlu dibuat satu Undang – undang yang disebut Omnibus Law.

Selama ada undang – undang omnibus law, ada beberapa undang undangn yang kami lihat sebagai predator kehidupan masyarakat, yang pertama undang – undang pertanahan, revisi undang – undang perburuhan , ketiga undang undang sumber daya air dan keempat pertambangan dan minerba. Yang kemudian tiga di antarannya undang undang masuk kedalam omnibus law. Seperti pertambangan dan minerba, perburuhan dan juga pertanahan.

Dalam undang undang ketenagakerjaan itu seperti tidak menghidupkan komitmen buruh dan pekerja. Dan dalam merumuskan berkaca dalam UU 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan pemerintah tak pernah melibatkan kelompok masyarakat. Justru hanya melibatkan kelompok pengusaha yang tergabung dalam satgas Omnibus Law.

Menurut Timboel Siregar Omnibus Law dan Cipta Kerja, Omnibus Law itu merupakan mekanismenya, yang dibahas dulu RUU Cipta Kerjanya, batang tubuhnya itu ada di Cipta Kerja, jadi Omnibus Law itu mekanismenya. Di Amerika itu biasanya undang-undang itu merupakan satu kesatuan, undang-undang no. 13 dari A sampai Z nya itu ada, kemudian undang-undang rumah sakit, kemudian undang-undang jaminan sosial.

“Tapi sekarang dengan mekanisme Omnibus Law itu diambil beberapa pasal untuk dimasukan kedalam undang-undang cipta kerja. Jadi sebenarnya ini adalah comot-mencomot, di undang-undang No.13 itu kan sebenarnya satu nafas, dan dicabut satu-satu jadinya bingung,”ujar Timboel

Kordinator BPJS Watch itu juga menyoroti dalam Omnibus Law ini ada beberapa hal yang perlu disoroti yaitu sisi formilnya, proses dari sisi materialnya dan substansialnya. Kalau kita lihat dalam proses formilnya, proses pembuatan drafnya itu sendiri memang sangat tertutup. Naskah akademiknya juga kita tidak tahu.

Walaupun akhirnya diberitahukan, dan ada. Jadi kalau dari sisi dalam prosesnya, naskah akademik undang-undang No.13 , disebutkan bahwa undang-undang No.13 ini dalam konsideransya menimbang bahwa pembangunan nasional itu dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Tapi Kalau dalam naskah akademik di, undang-undang Cipta Kerja ini disebutkan dalam naskah akademik dalam bab I pendahuluan poin A (latar belakang), “Semangat yang mendasari lahirnya undang-undang cipta kerja adalah terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang menjadi skala prioritas dan investasi,” ungkap Timboel

Bergesernya dari fokus kemanusiaan menjadi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan investasi, dan ini disebutkan dalam naskah akademiknya di undang-undang Cipta Kerja. “Jadi memang Cipta Kerja ini kan kalau kita mau analisa jadinya bagaimana merespon situasi ekonomi yang semakin kompetitif dan adanya tuntutan ekonomis secara global,” tambahnya

Timboel juga menyoroti  dalam RUU Cipta Kerja itu dimulai dengan pasal 42 merivisi tentang TKA. Memang dimungkinkan didalam undang-undang No,13 tapi ada beberapa pasal yang dihapus, seperti di pasal 43 undang-undang ketenagakerjaan dihapus didalam undang-undang Cipta Kerja. Nantinya aka nada kompetisi antara pekerja kita dengan pekerja asing. Pekerja asing itu disukai karena salah satunya pasti dengan kontrak, dan yang namanya kontrak itu tanpa pesangon kalau di PHK.

Narasumber lainnya yaitu Sabinus Moa SH dari humas SBSI mengatakan Proses pembuatan Omnibus Law ini cukup aneh, bahwa proses pembuatannya tidak melibatkan publik, dan kita berkali-kali melakukan pertemuan dengan Kementrian Ketenagakerjaan untuk membahas hal ini sampai sekarang hanya tinggal kami dari SBSI yang masih bertahan dan yang lainnya mundur.

“Kami memang tidak mundur, tapi kami menolak Omnibus Law, kalau kami keluar, kami tidak tahu bagaimana pembahasan didalam seperti apa. Berkali-kali dibahas, tetapi pembahasan itu kurang pas, karena dibagi perkelompok untuk membahas rancangan undang-undang ini tetapi tidak secara keseluruhan, karena tiap-tiap kelompok membahas hal yang berbeda-beda,”katanya

Dalam RUU Cipta Kerja ini tidak ada perhitungan dari Negara kepada pekerja. Selama ini PWKT (perjanjian kerja waktu tertentu) dibatasi selama 3 tahun, yaitu 2 tahun lalu diperpanjang 1 tahun, tapi dalam Omnibus Law ini  tetap diberikan kebebasan. “Misalkan dalam outsourcing dalam omnibus law ini menghapus pasal 64 dan 65 tapi membiarkan pasal 66. Sedangkan pasal 64 dan 65 ini memiliki pembatasan, tapi pasal 66 menyatakan outsourcing tetap ada,”pungkasnya (Rel)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button