News

Ahok, Cerita Pungli dan Bullying dalam Bus Jemputan PNS

BeritaPekerja.com | Jakarta – Bus-bus jemputan PNS menjadi sorotan. Mata-mata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkap ada praktik pungutan liar dan intimidasi (bullying) di dalam bus gratis itu. Ini yang membuat Ahok naik pitam.

Temuan pungli dan bullying lalu dilaporkan kepada Ahok. Ahok murka mendengarnya dan membongkarnya. Pungli disebut-sebut berkisar Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu. Padahal, bus tersebut jelas-jelas gratis buat staf.

Tidak hanya itu, PNS junior menjadi sasaran bullying PNS senior. Kursi-kursi bus juga dikuasai PNS senior. Bagi junior yang mau duduk diminta membayar iuran. Ahok lalu mengancam akan menarik bus dan perlu ada revolusi mental PNS.

Mendengar ancaman Ahok, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono yang membawahi pengelolaan bus itu
menindaklanjuti temuan-temuan itu. Ia menjelaskan ada 30 bus beroperasi antar jemput di wilayah Jakarta, Bekasi Barat, Bekasi Timur, Depok, Tangerang, hingga Bogor.

Menurut Heru, bus jemputan tersebut khusus mengangkut staf. Sedengkan pejabat eselon III dan IV dilarang naik karena telah menerima uang transport. Heru mengancam akan menstafkan pejabat yang melanggar aturan ini. Mengenai pungli, mantan Wali Kota Jakarta Utara ini mengatakan uang iuran itu untuk uang sarapan sopir sebagai rasa kemanusian karena sudah menjemput PNS sejak dini hari.
Ini 5 cerita sumbang di bus PNS itu:
Ahok menerima laporan dari mata-mata yang disebarnya di atas bus jemputan pegawai Pemprov DKI Jakarta. Ia geram saat dilaporkan ada temuan bullying dan pungli di bus gratis itu.

Di dalam bus itu, kata Ahok, ada semacam geng yang membatasi PNS muda. PNS muda bisa naik asalkan membayar uang. Iuran itu sebesar Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu. “Ini kan brengseknya luar biasa,” kata Ahok murka.

Padahal, sopir bus tersebut sudah dapat gaji tersendiri. Namun pungutan alias iuran tetap ada. Ditambah lagi, waktu jemput bus acapkali menjadi alasan PNS pulang lebih awal. Ada pula pejabat eselon III dan IV yang ikut menggunakan fasilitas bus itu, padahal gaji di DKI sudah gede.
Geram mendengar laporan itu, Ahok merencanakan langkah selanjutnya. “Sudahlah sekarang busnya mendingan kita tarik buat angkutan umum saja. Mereka juga selama ini naik enggak bayar kok,” kata Ahok.

Menurut Ahok, temuan tersebut menunjukkan birokrat telah puluhan tahun bermasalah.

“Jadi memang birokrat puluhan tahun negeri ini punya masalah. Makanya mesti lakukan revolusi,” jelas Ahok di balai kota DKI, Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono menjelaskan iuran PNS digunakan untuk uang sarapan sopir bus jemputan.

“Dulunya, karena si sopir bus itu kalau menjemput harus berangkat sejak dini hari,” kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (23/1/2016).

Misalnya, supir penjemputan wilayah Bekasi Timur harus sudah berangkat dari rumahnya pukul 02.30 WIB dan sampai di pul bus pukul 03.00 WIB. Dia harus sudah mengantar PNS ke Jakarta pukul 05.30 WIB. Melihat pola kerja sopir itu, para PNS lantas mengumpulkan uang.

“Kadang dia belum sarapan. Secara kemanusiaan orang-orang beli sarapan dan berkata, Pak nanti kalau sudah menurunkan PNS di Balai Kota, ini ada uang sarapan,” kata Heru.

Memang ‘uang sarapan’ itu ilegal karena bis jemputan itu gratis. Tapi kenyataannya, masih kata Heru, para sopir itu sudah berstatus CPNS sejak awal hingga pertengahan 2015 lampau. Mereka juga sudah mendapat gaji. “Gajinya sebesar 80 persen dari gaji pokok PNS,” ujar Heru.

Bus jemputan dikhususnya bagi staf. Sedangkan pejabat eselon III dan IV diminta naik transportasi lainnya seperti kereta api.

“Saya akan naik bus untuk mengecek. Tidak boleh itu. Kalau ada Kasubag atau eselon IV yang menyuruh staf untuk memberikan tempat duduk, adukan saja Kasubag itu, saya akan staf-kan,” kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (22/1/2016).

“Ya eselon III dan IV suruh naik kereta. Karena staf PNS enggak dapat uang transportasi,” kata Heru.

Heru bahkan berujar santai agar PNS eselon III dan IV yang mem-bully, menyuruh stafnya memberikan kursi bus, dihukum berdiri di tiang bendera. “Sudah dapat uang transport malah minta duduk di bus, mengusir orang lagi. Suruh berdiri di tiang bendera saja. Saya dulu di Jakarta Utara menghukum satpam di tiang bendera,” ujar mantan Wali Kota Jakarta Utara.
Koordinator Bus Jemputan Pemprov DKI Prayitno mengamini bila bus jemputan PNS DKI pernah mengangkut penumpang non PNS, tetapi itu dahulu.

“Kalau satu atau dua penumpang memang pernah. Tapi saya yakin itu ada di kebijakan dari koordinator bus itu. Tapi kalau sekarang susah juga, karena banyak juga pegawai yang belum terangkut di dalam bus antar jemput,” jelas Prayitno yang ditemui di Pulomas, Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Ia mengatakan uang iuran digunakan untuk kesejahteraan bersama misalnya menengok PNS yang sakit. Tidak ada buat yang lain, apalagi untuk sopir pribadi atau untuk bensin.

(aan/dra)

Sumber : Hestiana Dharmastuti – detikNews.com

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button