Elisbet Purba
Staf SIMADA (Sentra Informasi Masyarakat Madani)
Momentum perayaan Hari Buruh ( Mayday) 1 Mei 2016, diminta agar Pemerintah tidak mengaikan nasib buruh perkebunan sawit sebagai bagian dari buruh yang harus disejahterakan, karena jumlah buruh perkebunan sawit di Indonesia terhitung besar mencapai 10,4 juta orang dengan luas 14,3 juta hektare.
Dari keseluruhan jumlah buruh perkebunan sawit tersebut sekitar 70 persen berstatus Buruh Harian Lepas (BHL)
Pesatnya perkembangan usaha di bidang perkebunan sawit memang memberikan keuntungan yang sangat besar pada segelintir orang.
Namun disisi lain tidak berdampak pada kesejahteraan buruh itu sendiri. Nyatanya kehidupan buruh tetap saja berputar dalam dunia kemiskinan. Perkebunan sawit yang menyerap banyak tenaga kerja ternyata belum mampu mensejahterakan kehidupan buruh.
Berbagai permasalahan buruh perkebunan sawit sampai saat ini pun tidak kunjung selesai seperti: Upah Murah, status kerja yang tidak jelas, minim fasilitas kerja, rentan atas Kecelakaan Kerja, pembatasan pembentukan serikat buruh. Selain itu sistem target borongan yang dilakukan oleh perkebunan, sering memaksa buruh mempekerjakan istri dan anak agar target dapat tercapai, di sini terkadang pembodohan itu terjadi karena istri dan anak yang ikut bekerja tidak digaji oleh perusahaan.
Harus diakui komoditi kelapa sawit memang menjadi andalan negara ini dalam penghasil devisa dengan 25 juta ton lebih CPO pertahun.
Namun seharusnya berdampak pada kehidupan buruh, karena mereka memiliki posisi yang penting dalam rantai produksi perkebunan sawit sehingga tidak seharusnya mereka hidup miskin dan tertindas.
Sudah saatnya pemerintah membenahi kehidupan buruh perkebunan sawit, mulai dari aspek perlindungan dan peningkatan kesejahteraan, penghapusan pembatasan serikat buruh, memperjelas hubungan kerja, memenuhi alat pelindung diri, pelayanan kesehatan yang memadai.
Hal ini seperti di sampaikan Menteri Ketenagakerjaan Mohammad Hanif Dhakiri di Medan 2 tahun yang lalu pada sebuah seminar.