JAKARTA – Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menegaskan keberadaan RUU Omnibus Law terkait klaster ketenagakerjaan tidak akan menghapus atau menurunkan standar ketentuan dan parameter besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP).
“Upah minimum tidak akan turun, dan juga tidak dapat ditangguhkan. Pengusaha tetap wajib memenuhi standar UMP. Kenaikan UMP ini meperhitungkan per daerah. Sehingga jelas hitungannya dan parameternya,” kata dia saat konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2020.
Dia mengatakan, nantinya ketentuan UMP dalam omnibus law sebenarnya hanya berlaku untuk pekerja baru dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Akan tetapi, sesuai dengan kompetensi masing-masing karyawan, mereka bisa juga menerima upah di atas ketentuan yang telah ditetapkan.
“Upah minimum yang kita tetapkan ini hanya berlaku untuk pekerja baru. Tapi sesuai kompetensinya, karyawan bisa saja menerima di atas upah minimum,” ucapnya.
Sementara untuk pekerja yang telah memiliki pengalaman lebih dari satu tahun, kenaikan upah didasarkan pada perhitungan struktur upah dan skala upah yang sudah ditetapkan dalam Permenaker No.1/2017.
“Bagaimana pekerja eksisting? Selama ini ketentuannya sudah ada berdasarkan struktur upah dan skala upah,” jelasnya.
Sementara untuk pekerja di industri padat karya, kata Susiwijono, akan diberikan ruang bagi pelaku usaha untuk menentukan sistem pengupahannya sendiri di luar ketentuan upah minimum. Namun hal tersebut akan terus diawasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan agar tidak ada yang dirugikan.
“Industri padat karya nanti kita kasih upah minimum tersendiri. Semua terkontrol di Kemenaker. Untuk industri padat karya mereka punya ruang untuk menentukan sistem pengupahan sendiri,” tuturnya.
Susiwijono menjelaskan terkait adanya aturan pengupahan pekerja secara per jam, hal ini hanya berlaku bagi pekerjaan tertentu seperti halnya tenaga ahli, konsultan, pekerja paruh waktu, dan pekerja industri kreatif dalam era digital.
Menurutnya, hal tersebut perlu diatur demi melindungi hak para pekerja tersebut namun tetap memerhatikan aspek fleksibilitas. Sehinga ia menuturkan, nanti adanya upah minimum secara per jam bagi pekerjaan disebutkan di atas.
“Juga tidak menghapus (upah) pekerjaan minimum, meski per jam tapi tetap berdasarkan upah standar minimum. Kita perjelas aturannya untuk melindungi mereka,” ujarnya.
sumber : Tempo.co