
Ketika pertama kali berangkat merantau ke Mesir, dia pun harus berutang sana-sini demi mendapatkan biaya keberangkatan. Sayangnya, dia hanya digaji sebesar 110 poundsterling atau sekitar Rp 2,1 juta per bulan, meski sudah dibawa ke Inggris sejak tahun 2008. Jumlah itu tentu sangat jauh di bawah standar gaji yang berlaku di negara-negara maju di Eropa.
Karena merasa tidak tahan, Musiri pun kemudian kabur dari majikannya itu pada tahun 2010. Namun, ‘dewi fortuna’ berpihak kepadanya. Dia pun mendapatkan majikan baru yang lebih baik, sehingga perlahan-lahan kehidupannya pun berubah. Oleh keluarga pengusaha asal Lebanon tersebut, Musiri diberi gaji sebesar 1.800 poundsterling, atau sekitar Rp 35 juta per bulan. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan upah standar nasional di Inggris yang sebesar Rp 1.152 poundsterling per bulan, jika menggunakan patokan upah nasional minimum 7,20 poundsterling per jam dan bekerja selama 40 jam per minggu.
“Sekarang saya dapat kerja lumayan lah, buat biaya anak sekolah. Saya punya anak dua, keduanya kuliah. Yang satu sudah lulus, sekarang sarjana. Terus yang satu tahun ketiga, mengambil arsitek,” ungkap Musiri saat bercerita kepada wartawan BBC Indonesia, Selasa (28/06/2016).
Meski jumlah gajinya itu belum dipotong pajak, biaya transportasi, dan biaya hidup lainnya yang tergolong mahal di London, namun Musiri tetap bisa berinvestasi di kampung halaman dengan sisa gaji yang ditabungnya setiap bulan. Selain bisa menguliahkan kedua putrinya, dia juga sudah membantu mengangkat taraf hidup keluarganya, termasuk kedua orang tua.
“Selain itu, buat beli rumah, beli motor buat dua anak saya dan dua keponakan saya, dan beli tanah juga. Alhamdulillah, senang. Sedikit-sedikit saya juga punya tabungan dan tahun depan beli mobil,” tambah Musiri yang berharap nanti bisa menyetir sendiri dari kontrakan ke rumah majikannya di gedung apartemen mewah menghadap ke Sungai Thames, London.